Senin, 04 Februari 2008

Topik 76 : Past Perfect Tense

Bismillahirrahmanirrahim.

Para pembaca yang dirahmati Allah SWT. Waktu pertama belajar kaana كان di hampir semua buku bahasa Arab menjelaskan dengan contoh kalimat sempurna (ada mubtada dan khobar), dan efeknya setelah dimasuki kaana.

Rata-rata diberi contoh seperti ini:

زيدٌ جميلٌ – Zaidun jamilun : Zaid ganteng

dan jika kemasukan kaana menjadi:

كان زيدٌ جميلاً – kaana Zaidun jamiilan: (dulu) Zaid ganteng : Zaid was handsome

Nah, contoh diatas tidaklah sukar untuk dilihat dan dipelajari polanya bukan?

Ada sedikit soal yang muncul. Waktu saya membaca Al-Qur’an terkadang yang muncul adalah kasus yang beda lagi. Ambil contoh, waktu kita mencoba membaca surat 2 ayat 10:

فِي قُلُوبِهِمْ مَرَضٌ فَزَادَهُمُ اللَّهُ مَرَضًا وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ بِمَا كَانُوا يَكْذِبُونَ

Dalam hati mereka ada penyakit, maka Allah menambahkan penyakit (tsb) dan bagi mereka adzab yang pedih disebabkan apa-apa (yang selama ini) mereka dustakan.

Perhatihakan kalimat terakhirnya:

بما كانوا يكذبون – bimaa kaanuu yakdzibuuna

Perhatikan karena kalimat diatas adalah untuk orang-3 laki-laki jamak, maka dipakai كانوا – kaanuu. Coba kita ganti menjadi orang-3 laki-laki tunggal, maka kalimatnya menjadi:

بما كان يكذبُ – bimaa kaana yakdzibu

Nah disini saya bingung. Kenapa?

Dalam buku-buku selalu diberi contoh setelah kaana selalu kata benda (isim), kok di Al-Quran, banyak kalimat setelah kaana itu kata kerja (fi’il).

Nah berikut penjelasannya.

Kalau saya berkata begini:

He studies Al-Quran – Dia belajar Al-Quran

Dalam bahasa Arab :

هو يتعلم القراّن - huwa yata-‘allamu al-qur-aana

Kalau saya berkata:

He used to study Al-Quran : Dia (dulu) biasa belajar Al-Quran

كان يتعلم القواّن – kaana yata-‘allamu al-qur-aana

Nah bagaimana analisis mubtada khobarnya?

Begini mas dan mbak… Masih ingat kan bahwa tugas kaana adalah merafa’kan mubtada menashobkan khobar?

Oke, sekarang kita lihat kalimat diatas:

هو يتعلم القراّن - huwa yata-‘allamu al-qur-aana

Mubtada’ nya : huwa
Khobarnya: yata-’allamu al-qur-aana

Perhatikan khobarnya disini adalah sebuah kalimat sempurna yang diawali dengan kata kerja sehingga sering disebut jumlah fi’liyyah.

Nah kalau khobarnya jumlah, maka pemasukan kaana kedalam susunan mubtada dan khobar dalam kalimat diatas, mengakibatkan khobarnya tidak kena efek apa-apa.

Oke coba kita masukkan kaaana:

كان هو يتعلم القراّن - kaana huwa yata-‘allamu al-qur-aana

Karena setelah kata kerja tidak boleh ada dhomir (kata ganti) pelaku, maka huwa dibuang, sehingga menjadi

كان يتعلم القراّن - kaana yata-‘allamu al-qur-aana : He used to study Al-Qura’an
<>

Dari contoh ini jelaslah bagi kita bahwa, kalau setelah kaana itu ada kata kerja, maka sebenarnya kata kerja itu adalah khobar dalam bentuk fi’il, atau jumlah fi’liyyah.

Lalu apa fungsi Kaana terhadap fi’il tersebut?

Oke menariknya disini.

Kita sudah tahu bahwa dalam bahasa Arab, tenses hanya dibagi 2 saja, yaitu:
- Imperfect Tense (pekerjaan yang masih berlangsung / belum selesai)
- Perfect Tense (pekerjaan yang sudah selesai)

Contohnya:

هو كتب كتابه – huwa kataba kitaabahu : dia (telah selesai) menulis bukunya.
هو يكتب كتابه – huwa yaktubu kitaabahu : dia (sedang) menulis bukunya.

Nah dalam bahasa Inggris kita tahu, jumlah tenses banyak kan? Ada present perfect, ada past perfect dsb. Nah sebenarnya kaana dan yakuunu dapat berfungsi untuk memberi efek waktu terhadap suatu perkerjaan yang mirip-mirip dengan bahasa Inggris.

Contohnya jika saya masukkan kaana.

كان كتب كتابه – kaana kataba kitaabahu : He had written his book
كان يكتب كتابه – kaana yaktubu kitaabahu: He had been writing his book
سيكون كتب كتابه – sayakuunu kataba kitaabahu: He will have written his book
سيكون يكتب كتابه – sayakuunu yaktubu kitaabahu: He will be writing his book

Walau dalam beberapa konteks tidak bisa disamakan persis, tetapi kira-kira kaana bisa difungsikan untuk memberi efek waktu ”had” atau ”will” kepada sebuah kata kerja.

Demikian telah kita bahas fungsi lain dari kaana. Semoga Anda yang biasa belajar tenses bahasa Inggris, juga mengerti bahwa dalam bahasa Arab, bisa juga dibentuk hal yang mirip dengan tenses bahasa Inggris (walau tidak ”pas” 100%).

Allahu a’lam bishshowwaab.

Minggu, 03 Februari 2008

Topik 75: Istaghfir!

Bismillahirrahmanirrahim.

Para pembaca yang dirahmati Allah SWT. Kita akan selesaikan latihan surat An-Nashr. Terakhir kita sudah membahas penggalan pertama ayat 3. Kali ini kita akan tuntaskan pembahasan ayat 3.

فَسَبِّحْ بِحَمْدِ رَبِّكَ وَاسْتَغْفِرْهُ إِنَّهُ كَانَ تَوَّابًا
1. fa sabbih bi hamdi rabbika: maka bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu.

2. wa istagfir hu : dan minta ampunlah kepada Dia

3. Innahu : sesungguhnya Dia

4. Kaana : Dia adalah

4. Tawwaabaa: Maha penerima tobat.

Kita sudah membahas fasabbih. Topik kali ini kita akan membahas mengenai point 2 sampai 4. Insya Allah.

Oke baiklah.

واستغفره - wa istaghfir hu

Istaghfir, adalah KKT-8, dalam bentuk fi'il amr (kata kerja perintah).

Asalnya adalah sbb:

غفر - ghafara - mengampuni (KK Asal)
أغفر - aghfara - mengampunkan (KKT-1)
غفر - ghaffara - mengampunkan (KKT-2)
استغفر - istaghfara - minta ampun (KKT-8)

Sedangkan perubahan mendatar (tashrif ishtilahi) dari kata KKT-8 tsb adalah:
1. KKL : استغفر - istaghfara (telah minta ampun)
2. KKS : يستغفر - yastaghfiru (sedang minta ampun)
3. Mashdar: استغفار - istighfaar (pengampunan)
4. Isim Fa'il: مستغفر - mustaghfir (orang yang minta ampun)
5. Isim Maf'ul: مستغفر - mustaghfar (orang yang diampuni)
6. Fi'il amar: استغفر - istaghfir (minta ampunlah!)
7. Fi'il nahy: لا تستغفر - laa tastaghfir (jangan minta ampun!)
8. Isim Zaman/Makan: مستغفر - mustaghfar (tempat / waktu memberi ampun)

Jadi terlihat dalam susunan mendatar tersebut perubahan dari kata istighfar menjadi istaghfir.

Hmm... gimana sih cara tahunya bagaimana tashrif (perubahan) suatu Kata Kerja menjadi 8 macam tsb?

Gini, kalau KKT-1 sampai KKT-8, semua kata kerjanya, kalau mau dicari perubahan bentuknya dari KKLnya sampai Isim Zaman/Makan nya, maka perubahan tersebut mengikuti pola. Artinya, kalau kita tahu polanya maka semua kata kerja tsb bisa kita buatkan perubahannya.

Yang repot adalah bagaimana perubahan dari KK Asal. Nah ini perlu melihat di kamus perubahan (tashrif)nya.

Oke, kita sampai pada bagian terakhir.

إنه كان توابا - inna hu kaana tawwaban

Kita sudah pernah membahas bentuk dan tugas Inna, yaitu menashobkan mubtada' dan merafa'kan khobar. Tapi dalam kalimat diatas, kok tidak terlihat ya dimana mubtada, dimana khobarnya?

Kita juga sudah pernah membahas bentuk dan tugas Kaana, yaitu kebalikan dari tugas Inna. Kaana berfungsi merafa'kan mubtada' dan menashobkan khobar. Tapi, ntar dulu... Dalam kalimat diatas dimana mubtada' dan khobarnya?

Insya Allah kita akan bahas mengenai hal ini, dalam topik ini dan satu topik setelah ini.

Oke, baiklah. Kita sudah tahu fungsi Inna. Contohnya:

الله ُعليمٌ - Allahu 'aliimun : Allah Maha Mengetahui

Mubtada: Allahu
Khobar: 'aliimun

Sekarang kalau kita tambahkan Inna:

إن الله َعليمٌ - inna Allaha 'aliimun : (sesungguhnya) Allah Maha Mengetahui

Terlihat disini tugas inna, yaitu merubah Allahu menjadi Allaha.

Sekarang dalam kalimat:

إنه كان توابا - inna hu kaana tawwaban

Mubtada: hu (Dia / Allah) <-- isim dhomir
Khobar: kaana tawwaban <-- jumlah fi'liyyah

Nah ingat lagi, Inna itu menashobkan mubtada. Mubtada'nya mana? Yaitu HU (kata ganti / isim dhomir).

Dalam kaidah bahasa Arab, isim dhomir shifatnya mabni (tetap). Oleh karena itu dia tidak terpengaruh, walau dia kemasukan Inna. Alias fungsi inna, yang menashobkan mubtada tidak "mempan" kena kepada kata ganti.

Asal kalimat tsb adalah:

هو كان توابا - huwa kaana tawwaba : Dia senantiasa Maha Penerima taubat

Lalu kemasukan inna menjadi:

إنه كان توابا - inna hu kaana tawwaban : Sesungguhnya Dia senantiasa Maha Penerima Taubat.

Oke demikian dulu penjelasan mengenai mubtada dan khobar. Insya Allah kita akan bahas bagaimana kasusnya kalau mubtada dan khobar kemasukan kaana, tetapi khobarnya itu fi'il, atau jumlah fi'liyyah (kalimat yang didahului kata kerja).