Kamis, 29 Maret 2007

Topik 4: Membentuk Kalimat Sempurna

Bismillahirrahmanirrahim

Pada topik kali ini akan dibahas bentuk kalimat sempurna. Layaknya dalam bahasa Indonesia satu ide kalimat disebut lengkap kalau memiliki Subject dan Prediket. Sebagai contoh: "Buku itu besar", adalah kalimat sempurna. Tapi kalau saya sebut: "Buku itu", nah ini kalimat yang belum lengkap, karena maknanya masih menggantung. Tapi kalau saya tulis "Itu sebuah buku", maka ini sudah menjadi kalimat sempurna, karena ide kalimatnya sudah lengkap.

Dalam struktur bahasa Arab, contoh diatas dapat ditulis sbb:

ذلك الكتاب
Prediket Subject
Khobar Mubtada'
Buku Itu

Jika dibaca dari kanan : Itu (sebuah) buku. Kalimat ini disebut kalimat sempurna. Jadi kalau sudah ada Subject (Mubtada') dan Prediket (Khobar), maka struktur kalimat menjadi lengkap.

Contoh lain: Pasar (itu) besar
سوق كبير suuqun kabiirun. Subjectnya "Pasar", Prediketnya "Besar".

Contoh lain: Itu (sebuah) pasar besar
ذلك سوق كبير dzalika suuqun kabiirun. Subjectnya "itu", Prediketnya "pasar besar".

Kembali ke surat Al-Baqaroh:
ذلك الكتاب لا ريب فه dzaalika al-kitabu laa raiba fiihi
Kitab itu tidak ada keraguan di dalamnya.

Dapat dipandang sbb:
1. (S) Itu -- (P) Kitab yang tidak ada keraguan di dalamnya
2. (S) Kitab -- (P) tidak ada keraguan di dalamnya
3. (S) tidak ada keraguan (P) di dalamnya

Kalimat diatas dapat dipandang sebagai (S) dan (P) [baris 1] dimana (P) nya terdiri dari (S) dan (P) [baris 2], dan (P) baris 2 sebenarnya terdiri dari satu kalimat sempurna juga yaitu (S) dan (P) baris 3.

Demikian dulu untuk sujebct ini. Sampai ketemu dalam topik berikutnya. Jangan lupa isi Comments. Syukron katsir.

Selasa, 27 Maret 2007

Topik 3: Membentuk Kalimat Sempurna

Bismillahirrahmanirrahim.

Pada topik 2, kita telah menjelaskan apa bedanya kitaabun (buku) dengan al-kitaabu (buku), yaitu perbedaannya terletak pada telah jelas atau belum jelasnya benda yang dibicarakan oleh si pendengar. Kebetulan tidak ada respon yang ditulis di Comments, maka saya anggap, para pembaca telah mengerti. Tetapi ada yang bertemu dengan saya dan menyampaikan kesimpulan dia di topik ke 2:

"Berarti yang akhirannya tun tun itu pasti jenis perempuan ya...?", begitu kesimpulan teman saya tersebut. Saya belum jawab, karena saya ingin share jawabannya di blog ini.

Oke sebelum masuk ke topik inti yaitu membentuk kalimat sempurna, maka seperti biasa saya menjawab pertanyaan dulu. Oh ya, lain kali, tolooooongg bangeeet.... kalau ada pertanyaan tulisnya di Comments (iconnya di akhir tulisan ini). Tujuannya adalah selain memudahkan saya mencari jawabannya, pembaca lain juga jadi tahu apa yang dibahas.

Pertanyaan, atau lebih tepatnya pernyataan:
"Berarti yang akhirannya tun tun itu pasti jenis perempuan ya...?". Jawaban saya, iya kalau posisi dia sebagai mubtada' atau fa'il. Nah mengenai mubtada' atau fa'il ini akan kita bahas pada topik-topik berikutnya. Satu-satu ya teman... hehe... Belajar itu harus pelan-pelan, biar meresap... Gitu kata ahli hikmah...

Kemaren saya ambil contoh: شجرة syajaratun (pohon), ini kata berjenis perempuan. Lalu teman saya mengatakan kalau begitu asal belakangnya tun tun pasti berjenis perempuan. Seperti syajaratun, bintun (gadis perempuan) dsb.

Saya jawab iya. Tapi bagaimana kalau saya tulis begini شجرة syajaratin, atau saya tulis syajaratan. Saya memang tidak menuliskan harokat َ ً ِ ُ ٌ dan lain-lain, karena kalau saya tuliskan, maka tanda-tanda titik seperti titik pada "sya ش" akan tertimpa tanda harokat, sehingga tidak jelas lagi (apakah ini kerterbatasan Windows XP saya?) Tapi gak apa-apa, karena dalam bahasa Arab yang asli, tanda-tanda harokat juga tidak ada.

Kembali lagi, شجرة kalau pakai harokat bisa saya tulis, syajaratun, syajaratan, syajaratin, syajaratu, syajarata, dan syajarati, dan kalau dalam bahasa percakapan ta marbutoh nya saya matikan/saya waqofkan (menjadi bunyi h), sehingga diucapkan menjadi syajarah. Nah loh berarti ada 7 kemungkinan bacaan. Dimana yang berakhiran tun merupakan salah satunya.

Lalu yang mana yang berjenis perempuan? Jawabannya ke 7 jenis bacaan itu, tidak mempengaruhi status شجرة sebagai kata benda berjenis perempuan. Apakah dibaca syajaratun, syajaratu, syajaratan, syajarata, syajaratin, syajarati, mapun syajarah.

Lalu apa bedanya dong antara syajaratun dengan syajaratu. Hehe... ini pertanyaan yang sama di kepala saya beberapa bulan yang lalu waktu belajar bahasa Arab. Biar gak penasaran jawaban singkatnya, jika ada AL (الــ) misal الشجرة maka huruf n dibuang. Jadi الشجرة hanya boleh dibaca as-syajaratu, as-syajarata, as-syajarati, atau as-syajarah.

Kok begitu? Ya begitulah hukum atau aturan-aturan dalam bahasa Arab, yang hanya orang Arablah yang berhak membuat aturan-aturan itu.

Pertanyaan ke dua: kalau begitu, apa bedanya antara antara as-syajaratu dengan as-syajarata? Jawaban ringkasnya adalah melihat kepada posisi yang ditempati oleh kata tsb. Apakah dia sebagai subject atau sebagai objek. Jika dia sebagai subject, maka dia dibaca as-syajaratu, jika dia sebagai objek maka dibaca as-syajarata.

Auuu... bingung... bisa kasih contoh gak?

Gini gini... Contoh:
Pohon ini besar. هذه الشجرة كبيرة (hadzihi as-syajaratu kabiiratun)
Saya (telah) melihat (sebuah) pohon. رأيت الشجرة (ro-ai-tu as-syajarata)

Pohon dalam kalimat pertama berfungsi sebagai subject, maka dia dibaca as-syajaratu, sedangkan Pohon dalam kalimat dua berfungsi sebagai object maka dia dibaca as-syajarata.

Okeh... cukup dulu disitu jawab pertanyaannya ya... Sekarang ke topik utama, membuat kalimat sempurna... Tapi pembaca... aduh... udah kepanjangan... disambung nanti saja ya... Insya Allah... jangan lupa isi comments di bawah ini. Satu lagi... Jangan kapok ya belajar bahasa Arab... Insya Allah dapat pahala kok, karena semakin ngerti bahasa Arab semakin asyik kan... Dengerin imam yang suaranya tartil, merdu, merayu... bisa bisa nangis loh, karena tahu apa yang dibaca sang Imam... Syukron.

Minggu, 25 Maret 2007

Topik 2: Nakiroh Ma'rifah

Bismillahirrahmanirrahim.
Pada topik 1: telah dibahas secara sepintas pembagian jenis kata dalam bahasa Arab, dimana kata dalam bahasa Arab hanya dibagi 3, yaitu kata benda (isim), kata kerja (fi'il), dan kata tugas (harf). Contoh yang dipakai menggunakan surat Al-Baqaroh ayat 1 - 2. Pada topik kali ini akan dibahas mengenai topik kata benda, mengenai kata benda telah diketahui, dan kata benda belum diketahui.

Baiklah, kita mulai saja.

Pada topik 1, ada penanya (syukron atas pertanyaannya), yang menanyakan kalau memang kata benda (isim) dalam bahasa Arab, sangat tergantung pada jenis kelamin kata (apakah perempuan atau laki-laki), maka bagaimana cara menentukan apakah kata benda ini berjenis laki-laki (male), atau berjenis perempuan (female).

ambil contoh:
ذلك كتاب
dzalika kitaabun = itu (sebuah) kitab. Adalah struktur kalimat yang benar. Karena kata dzalika (berjenis laki-laki), kitaabun (berjenis laki-laki).

ذلك شجرة
dzalika syajaratun = itu (sebuah) pohon. Adalah struktur kalimat yang salah. Karena kata dzalika (berjenis laki-laki), sedangkan pohon (berjenis perempuan).

تلك شجرة
tilka syajaratun = itu (sebuah) pohon. Inilah kalimat yang benar, karena dua-duanya merupakan kata benda berjenis perempuan.

Lalu bagaimana mengetahui suatu isim termasuk berjenis laki-laki atau perempuan?

Untuk kata benda penunjuk (isim isyaroh) spt "ini", "itu", maka tidak ada cara kecuali dihapalkan saja. Wah repot dong.... Gak juga, kata dalam kelompok ini tidak begitu banyak spt:
ذلك
dzalika = itu (laki-laki)
تلك
tilka = itu (perempuan)
هذا
hadzaa = ini (laki-laki)
هذه
hadzihi = ini (perempuan)

Mengenalkan Teman
Bayangkan disebelah anda Ada, Febrianti dan Sutanto. Kemudian datang teman lain yang belum kenal Febrianti dan Sutanto, maka Anda akan berkata:
هذا Sutanto (hadzaa Sutanto), هذه Febrianti (hadzihi Febrianti). Ini Sutanto, ini Febrianti.

Untuk kata benda alam (isim alam) seperti mobil, kantor, perpustakaan, buku dll, maka cara yang paling mudah adalah dengan melihat apakah ada ta marbutoh ة atau ـة (ta tertutup) pada akhir katanya. Jika ada ta marbutoh, maka kata ini termasuk jenis perempuan.

Contoh:
شجرة syajaratun = pohon
بقرة baqoratun = sapi betina
فاطمة fatimah = nama orang

Ada beberapa tanda-tanda lain (yang lebih jarang muncul) untuk isim alam jenis perempuan, tetapi pada kesempatan kali ini kita hanya tampilkan satu yaitu adanya ta marbutoh. Tanda ini paling sering muncul.

Nakiroh dan Ma'rifah

Sekarang kita masuk ke topik baru. Pada saat kita baca ذلك الكتاب dzalika al-kitaabu (buku itu), kata buku كتاب (kitaabu) ditambahkan AL (الـ) menjadi الــكتاب (al-kitaabu), penambahan AL ini maksudnya adalah menjadikan suatu kata benda menjadi sesuatu yang diketahui (definitif), sama halnya dalam bahasa Inggris, untuk memberitakan sesuatu yang sudah diketahui ditambah THE.

Misalkan:
I read a book أقرأ كتابا aqra-u kitaaban
I read the book أقرأ الكتاب aqra-u al-kitaaba

Pada contoh pertama, si pendengar belum mengetahui buku apa yang dimaksud oleh si pembicara. Sedangkan pada contoh kedua si pembicara yakin si pendengar sudah sama-sama tahu buku apa yang sedang dia baca.

Pada contoh pertama, kata kitaab disebut nakiroh (artinya belum definitif, belum diketahui oleh yang mendengar object yang jelas). Sedangkan pada contoh kedua disebut ma'rifah (definitif) yang artinya pembicara yakin pendengar tahu secara pasti (definitif) object mana yang disebut.

Kembali ke surat Al-Baqaroh:
ذلك الكتاب dzaalika al-kitaabu

maka kitaab (buku) disini ma'rifah, artinya pembaca ayat ini diasumsikan sudah tahu kitaab apa yang dimaksud. Dzalika Al-kitaabu = buku itu, atau bisa dibaca buku (yang kalian sudah tahu tentangnya) itu. Menurut tafsir, maksud dari "buku itu" adalah Al-Quran itu sendiri.

Demikian pembahasan ringkas Ma'rifah dan Nakiroh. Insya Allah akan kita lanjutkan lagi pada minggu ini atau minggu depan. Jika ada yang ingin dikomentari, ditanyakan, memberikan usulan, atau perbaikan, silahkan klik comments dibawah. Syukron katsiron.

Topik berikut Insya Allah: Bagaimana struktur kalimat yang sempurna dalam bahasa Arab.

Rabu, 21 Maret 2007

Topik 1: Dzalika Al-Kitabu

Insya Allah saya akan memulai menulis belajar bahasa Arab dari Al-Quran. Dimulai dari Surat Al-Baqaroh. Tiap posting diusahakan tidak terlalu panjang, agar bisa dicerna dan dipahamkan. Frekeuensi posting juga akan diatur.

Sebagai pembuka, mari mulai dengan surat Al-Baqaroh ayat 1 dan 2.

بسم الله الرحمن الرحيم

الم
Alif - lam - mim : Hanya Allah yang tahu artinya.

ذلك الكتاب
dzalika alkitabu : itu (sebuah) kitab

Pembagian Jenis Kata dalam bahasa Arab:
1. Isim (kata benda)
2. Fi'il (kata kerja)
3. Harf (kata tugas)

Bandingkan dengan bahasa Indonesia atau Inggris, pembagian kata cukup banyak, ada kata sifat (adjective), kata benda (noun), kata tunjuk, kata ganti, kata kerja (verb), dsb.

Kok bahasa Arab pembagian kata sedikit sekali: hanya 3?

Ini pertanyaan awal yang sering muncul pada saat orang baru belajar bahasa Arab.

Sebenarnya tidak. Kata dalam bahasa Arab juga banyak jenisnya. Ambil contoh kata dzalika = itu. Dalam bahasa arab kata ini termasuk kata benda (isim).

Lho kok gitu? Bukannya dalam bahasa Indonesia kata "itu" adalah kata ganti tunjuk, bukan kata benda? Kok dalam bahasa arab kata dzalika = itu, termasuk kata benda?

Bukannya dalam bahasa indonesia kata benda itu, misalkan: rumah, mobil, dsb.

Ya, betul. Dalam bahasa Arab, rumah, mobil dsb itu, juga termasuk kata benda, yang disebut kata benda alam (isim alam), karena benda-benda itu wujud ada di alam. Lalu kata dzalika = itu, disebut kata benda tunjuk (isim isyaroh).

Ooo... begitu... Jadi sebenarnya walaupun dalam bahasa Arab kata hanya dibagi 3 jenis (isim, fi'il, dan harf), tapi isim sendiri terbagi-bagi lagi. Ada isim alam, ada isim isyaroh, ada isim maushul dsb. Insya Allah kita akan bahas satu-satu nanti.

Ooo... kalau memang dzalika = itu, yang dalam bahasa Indonesia disebut kata ganti tunjuk, dalam bahasa arab dia termasuk isim isyaroh. Kalau begitu mengapa pengelompokannya dibagi menjadi 3 bagian? Kenapa gak dikelompokkan misalkan 8 bagian atau sama dengan pengelompokan bahasa Ingris?

Nah disini menariknya bahasa Arab. Ternyata pengelompokan jenis kata menjadi 3 saja itu tujuannya adalah bahwa: hukum-hukum yang berlaku bagi 3 jenis kata tersebut dalam satu kelompok sama. Contoh, setiap isim, tidak terpengaruh waktu. Misalkan kata buku waktu kemaren disebut الكتاب(al-kitaabu), sedangkan waktu besok disebut al-kitaabu.

Bentar-bentar... gak ada bedanya dong sama bahasa Inggris atau bahasa Indonesia... Book dalam kalimat Past Tense, tetap Book dalam kalimat future tense. Ok, Anda benar... Maksud saya hanyalah mengatakan bahwa hukum-hukum isim itu dalam satu kelompok tersendiri. Biar tambah jelas. Kata dzalika (itu), dalam bahasa arab termasuk isim (kata benda), maka kata dzalika itu juga tunduk kepada hukum-hukum isim (misalkan tidak terikat waktu).

Ah... itu sih gampang. Bahasa Indonesia juga begitu kan?

Ok... ok, bangaimana kalau saya katakan selain tidak terikat waktu dalam bahasa Arab hukum isim berubah sesuai dengan jenis kelamin subject? Misal saya sebutkan: Itu buku = ذلك كتاب

Kalau saya suruh Anda membuat kalimat: Itu pohon. Pohon bahasa Arabnya adalah syajaratun شجرة . Apakah anda akan bilang spt ini:

ذلك شجرة
dzalika sajaratun = itu(sebuah) pohon.

JAWABAN ANDA SALAH. Kenapa?

Karena dzalika adalah isim yang terikat dengan hukum-hukum isim, yang salah satunya mengatakan bahwa isim berubah mengikuti jenis kelamin subjectnya. Nah kata kitaab (buku) berjenis kelamin laki-laki, maka kita pakai isim isyaroh (kata tunjuk) berjenis laki-laki juga yaitu dzalika. Lalu kata dzalika ini menjadi tilka, untuk subject yang berjenis perempuan. Kata pohon berjenis perempuan, maka yang betul kalimatnya menjadi

تلك شجرة
tilka syajaratun = itu(sebuah) pohon.

Nah, kira-kira anda kebayang kan..., bedanya dengan bahasa Indonesia?

Ringkasnya:
Dalam bahasa Indonesia, kata benda tidak terikat dengan jenis kelamin dari subject yang dibicarakan. Dalam bahasa Arab, tidak demikian. Contohnya kata "itu" dalam bahasa arab termasuk kata benda, maka dia terikat dengan hukum kata benda yang salah satunya menyatakan: kata itu berubah bentuk sesuai dengan jenis kelamin subject yang dibicarakan. Jadi kata "itu" bisa berupa dzalika (untuk subject laki-laki) atau tilka (untuk subject) perempuan.

-- Nantikan topik selanjutnya: Insya Allah minggu depan.
Keutamaan Bismillah

Jika Anda mengetok pintu rumah seorang mentri, pintu dibukakan. Lalu Anda katakan "Saya datang atas nama Presiden Republik Indonesia". Tentulah Anda akan diterima dengan baik oleh sang mentri. Demikianlah adanya kalau Anda memulai sesuatu dengan "Bismillahirrahmaanirrahiim".

Bismillahhirrahmanirrahim: Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih Lagi Maha Penyayang (With the name of Allâh,the Most Gracious, the Ever Merciful), dia adalah ayat pertama dalam surat Al-Fatihah: Pembuka (The Opening), dalam Al-Quran.

Allah mengajari kita memulai sesuatu dengan menyebut nama Dia. Bukankah dengan menyebut dan membawa-bawa nama Presiden saja di depan seorang mentri, pekerjaan kita menjadi lancar. Apatah lagi jika kita membawa nama Allah, didalam memulai segala urusan dengan semua makhluk yang Dia ciptakan.

Ada pelajaran menarik dari Surat Al Fatihah ini yang perlu kita renungi. Perhatikan penggunaan bentuk persona yang digunakan yaitu bentuk orang ketiga (He). Dengan nama Allah (with the name of Allah), atau kita bisa sebut Dengan nama Dia (with the name of He). Ayat ini dilanjutkan dengan sifat-sifat Dia (He), Yang Maha Pengasih, Maha Penyayang, Tuhan Semesta Alam, Maha Menguasai Hari Kemudian.

Tetapi pada ayat setelah itu: Kepada Mu lah kami menyembah dan kepada Mu lah kami minta tolong (You alone do we worship and You alone do we implore for help). Bentuk persona yang digukanan adalah bentuk orang kedua (You).

Kalau Anda perhatikan bahwa bentuk persona ketiga (He) digunakan dalam pemujian kita kepada Allah. Sedangkan bentuk persona kedua (You) digunakan dalam permintaan (tolong) kita kepada Dia.

Kalau tetangga Anda datang, lalu memuji Anda : "Pak, Bapak orang Baik, saya sangat senang dengan Bapak (Sir, You are kind, You are generous)". Anda mungkin senang. Tetapi kalau tetangga Anda datang ke tetangga lainnya (dan secara diam-diam terdengar oleh Anda) : "Bapak yang tinggal di ujung jalan itu orang baik lho (Do you know He is kind, He is generous)". Anda (yang tahunya secara diam-diam) pasti akan senang. Hati Anda berbunga-bunga, karena Anda menjadi perbincangan tetangga akan kebaikan Anda.

Demikianlah Allah tampaknya mengajari kita, kalau mau memuji orang, pujilah lewat orang lain. Atau pujilah didepan orang-orang lain. Kalau kita memuji seseorang didepan orang-orang lain bukankan orang yang kita puji kita sebut nama dia atau kita pakai kata ganti orang ketiga?

Kalau Anda memuji Pak Amir di depan teman-temannya Anda akan katakan "Pak Amir itu baik" atau "He is kind".

Lihatlah dalam ayat 1 - 4:

1. Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang

2. Segala puji bagi Allah Tuhan Semesta Alam

3. Yang Maha Pengasih Lagi Maha Penyayang

4. Yang Menguasai Hari Kemudian

Semuanya menggunakan bentuk persona ketiga.

Sangat berbeda pada waktu masuk ayat ke 5.

5. Kepada Mu lah kami menyembah dan kepada Mu lah kami minta tolong (You alone do we worship and You alone do we implore for help).

Sewaktu kita membaca ayat ke 5 itu serasa Allah ada di depan kita. Sehingga kita berkata kepada Engkau saja aku menyembah (You Alone do we worship).

Seakan-akan Allah mengajari kita, kalau mau minta tolong ke seseorang, datanglah secara private (one-to-one). Kalau kita minta tolong ke seseorang kita mengatakan: "Maukah Anda menolong saya (would You like to help me)".

Di-ayat ini terkandung hikmah lainnya, bahwa Allah tidak membutuhkan perantara, bagi umatnya yang mau berdoa kepada dia, meminta pertolongan. Dia tepat berada di depan kita. Bukankan kita berucap dengan kata-kata "Engkau". Semestinyalah "Engkau" itu ada dihadapan kita bukan? Kalau kita pakai perantara berarti kita menampatkan Allah sebagai orang ke tiga. Kita akan meminta kepada perantara kita "Aku minta tolong kepada Dia (Allah)". Dengan harapan perantara kita itu yang nanti akan menyampaikan kepada Allah.

Ternyata tidak demikian yang diajari oleh Allah. "I stand before you (Aku berdiri di hadapan mu), why don't you ask Me anything". Demikian rasa hati kita, ketika membaca ayat ini.

Meminta pertolongan pada manusia

Alkisah, di suatu Universitas, seorang dosen pergi melanjutkan study S3-nya ke kota lain. Dia pergi begitu saja, tanpa meminta ijin kepada ketua jurusannya. Sang ketua jurusan mengetahui hal tersebut sangatlah marah. Lewat seorang saudara dan teman, sang dosen akhirnya mengetahui bahwa sang ketua Jurusan marah besar. Kakak perempuan Sang Dosen akhirnya menasehati Sang Dosen. "Pergilah menghadap Pak Ketua Jurusan itu, kemukakan alasan-alasan kenapa kamu mesti terbang buru-buru. Mintalah tolong dengan rendah hati, dan bawakanlah buah tangan buat dia".

Berbekal nasehat itu, sang Dosen terbang, dan menuju rumah Sang Ketua Jurusan. Dengan membawa istri dan 5 orang anaknya yang masih kecil-kecil, di ketok pintu rumah Sang Ketua Jurusan. Disampaikanlah alasan, kenapa dia mesti buru-buru terbang ke Bandung, semua untuk perbaikan karir demi keluarga dan anak-anak dia yang masih kecil. Tidak lupa sang dosen memohon maaf secara tulus, dan minta tolong kepada sang Ketua Jurusan agar diberi ijin. Tidak lupa dia menyerahkan buah tangan berupa biskuit kaleng ke sang Ketua Jurusan.

Tersentuhlah hati sang ketua jurusan, dan dengan ikhlas memaafkan dan memberi surat ijinnya.

Sang Ketua Jurusan, pastilah melihat perjalanan yang jauh mau ditempuh oleh sang Dosen bertamu ke rumah dia, sembari membawa sesuatu (buah tangan) secara ikhlas, dan dilihat betapa sederhananya dan jujurnya sang dosen menyampaikan bahwa semua yang dia lakukan itu demi menolong keluarga dan anak-anak dia, sedemikian membuat tergerak hatinya, untuk memaafkan dan menolong.

Demikianlah tampaknya hikmah ayat ke 5 surat Al-Fathihah ini. Kepada Mu sajalah aku menyembah, dan Kepada Mu sajalah aku Minta tolong (You alone do we worship and You alone do we implore for help). Kalaulah minta tolong kepada manusia saja kita harus berusaha dulu, apa lagi kepada Allah. Kita harus menyembah Dia dulu (dalam arti kita harus patuh pada aturan-aturan dia dulu), baru Dia akan menolong kita.

Kepada manusia saja yang kita mintakan tolong, kita sebaiknya membawa buah tangan, apatah lagi minta tolong kepada Allah. Buah tangan yang diinginkan Allah, tentulah semua amalan baik kita, semua sedekah kita, dst.

Demikianlah Allah mengajari kita, kalau mau sesuatu berusahalan dulu. Bukankah kalau anak kita minta uang untuk beli komputer, kita akan lihat-lihat dulu, usahanya maksimal tidak, untuk mendapatkan komputer tersebut. Apakah dia sudah patuh pada ibunya, PR dikerjakan, rumah di bersihkan, menyenangkan hati orang tua, berbuat baik pada adik. Setelah upaya-upaya baik itu dia lakukan, kalau dia minta uang untuk beli komputer, dan kita punya uangnya, dengan senang hati pastilah kita ajak dia ke toko komputer?

Demikianlah sekelumit hikmah surat Al-Fatihah. Wallahu,alam
Kagum kepada Sang Khaliq

Bismillahirrahmaanirrahim.

Kalau Anda kagum kepada sesuatu, sudahkah Anda kagum kepada Allah?

Sering kita (secara tidak sadar) kagum kepada sesuatu. Kita bertemu dengan perempuan cantik (atau laki-laki tampan), kita kagum sekali akan kecantikan dia. Kita sering memperbincangkan teknologi terbaru dari Handphone Nokia. Betapa canggihnya handphone tersebut? Kita terkesima sewaktu melihat pameran mobil. "Betapa canggihnya orang Jerman membuat mobil Mercedez seri terbaru itu?". Tanpa sadar, kita bisa jadi sangat kagum akan kemajuan teknologi yang mempermudah hidup kita.

Di lain kesempatan, jika Anda berkunjung ke negara-negara maju, bisa jadi Anda terkesima melihat gedung-gedung pencakar langit di New York, sarana transportasi kereta api di Jepang yang rumit dan canggih, dst. Sampai-sampai begitu kembali ke tanah air, tidaklah sepi Anda bercerita akan kehebatan sesuatu hal yang Anda lihat tersebut kepada famili dan kerabat.

Padahal kalau kita berhenti sejenak, semua yang kita kagumi itu adalah ciptaan Allah.
Bukankah manusia yang mencipta semua yang kita kagumi itu, yang menciptakan adalah Allah?

Perhatikanlah Surat 32 (As Sajdah) ayat 7.

Who made perfectly well all that He created. And He originated the creation of a human being from clay.

"(Dia) yang membuat segala sesuatu yang Dia ciptakan (secara) sebaik-baiknya, dan (Dia) yang memulai menciptakan manusia dari tanah"

Atau perhatikanlah surat 4 An-Nisa (The Women) ayat 1:

O you people! take as a shield your Lord Who created you from a single being. The same stock from which He created the man He created his spouse, and through them both He caused to spread a large number of men and women. O people! regard Allâh with reverence in Whose name you appeal to one another, and (be regardful to) the ties of relationship. Verily, Allâh ever keeps watch over you.

Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya Allah menciptakan isterinya; dan dari pada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu.

Hakekat "Mencipta"

Akio Morita pertama kali membangun pabrik Sony di Jepang, yang kemudian produknya merambah sampai ke Indonesia (bahkan pabriknya pun dibangun di Indonesia). Setelah Anda tahu bahwa Akio Morita lah yang membuat dan mendirikan Sony, maka ketika Anak Anda bertanya "Pa, siapa yang membuat TV Sony ini?". Anda akan jawab "Orang jepang, namanya Akio Morita".
Secara kebetulan, anak Anda tahu, bahwa Tante di sebelah rumah Anda kerja di Pabrik Sony Indonesia, dan dia pernah bercerita ke anak Anda, akan pekerjaannya (dan bisa jadi pernah diajak oleh si Tante berkunjung ke tempat kerjanya).

Anak Anda kemudia membantah (arguing). "Pa, bukan Akio Morita, tapi Tante sebelah rumah kita yang kerja di Sony itu yang bikin Pah...".

Begitulah cara pandang anak yang masih kecil masih terbatas kepada apa yang dia lihat (dia melihat Tante itulah yang memasang board elektronik kedalam casing TV, sehingga dia menganggap Tante itulah yang membikin TV). Tetapi cara pandang Anda yang lebih mengetahui mengatakan bahwa Akio Morita lah yang menciptakan TV Anda itu. Dan kalau cara pandang itu Anda kembangkan Anda akan bertemu dengan hakikat penciptaan ini bermuara kepada Allah.

Kalau Anda kagum dengan software Windows, Anda bisa jadi dalam hati berkata "Alangkah jeniusnya Bill Gate ini?". Seharusnyalah Anda lebih kagum lagi kepada Allah, karena Dia lah yang menciptakan Microsoft Windows itu (sedangkan Bill Gate hanya menjadi jalan atau hanya menjadi pesuruh untuk kelahiran produk itu).

Kalau Anda kagum kepada orang-orang Norwegia maupun Swedia, akan kecanggihan Handphone Nokia yang mereka buat, seharusnya Anda lebih kagum kepada Allah yang membuat orang Norwegia dan Swedia dan memberikan potensi akal kepada mereka untuk meramu produk Handphone tersebut. Kalau Anda renungi, pada hakikatnya Allah-lah pencipta Handphone Nokia tersebut bukan?

Kalau seseorang (sebutlah Tuan X) membuat sebuah robot, lalu robot itu bisa membuat pizza, dan pizza itu dihidangkan ke hadapan Anda. Lalu Anda santap sambil berkata "wow... sedap sekali pizza ini!". Menurut Anda siapa yang menciptakan pizza itu? Kepada siapa Anda lebih kagum kepada Robot itu yang telah meramu dan menghidangkannya ke hadapan Anda atau kepada Tuan X yang membuat robot itu?

Manusia hanyalah Peramu

Kalau kita renungi, manusia ini hanyalah peramu dari bahan-bahan yang ada di bumi. Bahan-bahan itu telah disediakan Allah untuk manusia. Bahan-bahan dasar itu Allah-lah yang punya, dan Allah-lah yang menciptakan.

Perhatikanlah ayat 40 surat Fathir (35) berikut:

Say, `Have you considered regarding your associate-gods whom you call upon apart from Allâh? Show Me then what they have created of the earth. Or have they any partnership in (the creation of) the heavens? Or have We given these (worshippers of false deities) a Book so that they are supported by some clear proofs (mentioned) therein? Nay, not so at all, but (the truth is that) the wrongdoers hold out vain promises one to another only to deceive.

Katakanlah: "Terangkanlah kepada-Ku tentang sekutu-sekutumu yang kamu seru selain Allah. Perlihatkanlah kepada-Ku (bahagian) manakah dari bumi ini yang telah mereka ciptakan ataukah mereka mempunyai saham dalam (penciptaan) langit atau adakah Kami memberi kepada mereka sebuah Kitab sehingga mereka mendapat keterangan-keterangan yang jelas daripadanya? Sebenarnya orang-orang yang zalim itu sebahagian dari mereka tidak menjanjikan kepada sebahagian yang lain, melainkan tipuan belaka."

Dalam ayat ini Allah, seakan "menantang" manusia, "Tunjukkan kepadaKu bagian mana di bumi ini yang kamu telah ciptakan! (Show Me then what they have created of the earth!)".

Sebutkanlah semua hal yang menurut Anda canggih, handphone misalkan.
Perhatikanlah, layarnya terbuat dari kaca. Darimana kaca didapat? Bukankah kaca dibuat dari pasir silica, yang bisa didapat di tanah-tanah di pantai? Siapa yang menciptakan pasir dan pantai itu kalau bukan Allah?

Perhatikan, chasingnya terbuat dari plastik atau karet. Plastik atau karet dibuat dari bahan-bahan sampingan hasil penyaringan minyak bumi yang ada dalam tanah. Siapa yang menciptakan minyak bumi yang dalam tanah itu? Allah.

Satu alat elektronik untuk membangkitkan gelombang radio didalam Handphone itu disebut dengan osilator. Dari mana osilator ini dibuat? Dari kristal yang ada di perut bumi. Siapa yang membuat kristal yang ada di perut bumi itu? Allah.

Alat elektronik lain yang sangat penting dalam Handphone adalah Mikroprosesor. Darimana mikroprosesor dibuat? Dari Silikon (rumus kimianya Si). Dia didapat dari pasir-pasir yang ada di perut bumi. Semua komputer yang otaknya ada di CPU (Central Processing Unit) terbuat dari Silicon ini. Siapa yang meletakkan bahan Silicon itu di perut bumi? Allah.

Demikianlah, semuanya yang ada di alam ini, baik itu mobil, gedung tinggi, pesawat terbang, kertas, komputer, dst, terbuat dari bahan-bahan yang sudah disediakan Allah di dalam perut bumi. Manusia hanya mengumpulkan dan merakitnya saja bukan?

Kemahakuasaan Allah (terlihat) Dimana-Mana

Bagi sebagian orang yang meragukan keberadaan Allah, bisa jadi belum bertemu dengan jalannya.
Allah itu wujud dan nyata. Sangking keberadaannya ada dimana-mana dia tidak terlihat. Mata kita memang tidak dapat melihatnya. Tapi apakah sesuatu yang harus mesti terlihat dulu, baru kita percaya dia ada?

Listrik, tidak terlihat. Tapi dia bisa kita rasakan, dia ada. Buktinya lampu bisa nyala oleh dia.
Para Insinyur Elektro, yakin bahwa di udara ini banyak sekali gelombang, yang kalaulah Allah memberikan mata kita kemampuan melihatnya, pastilah hidup jadi tidak nyaman. Kedepan, terlihat gelombang TV A, dibawah ada gelombang radio Stasion B, di sekitar ada gelombang Handphone. Gelombang tidak terlihat bukan? Tapi kita bisa merasakan dia Ada, buktinya handphone kita bisa nyala.

Para Saintis Biology, mempelajari sifat mata manusia dan di bandingkan dengan mata kelelawar. Mata manusia tidak dapat melihat dalam gelap. Berbeda dengan kelelawar. Mata kelelawar **hanya** bisa melihat dalam gelap, begitu ada terang, kelelawar menjadi buta. Kita tidak bisa melihat dalam gelap bukan? Siapa di depan kita kita tidak tahu waktu hari sangat gelap. Tetapi kelelawar tahu. Apakah Allah harus mengganti mata kita dengan mata kelelawar (agar kita percaya?). [sorry that's only a joke].

Sekali lagi Allah ada dimana-mana. Manakala kita takut, kita berzikir minta pertolongan Dia. Hati kita menjadi tenang. Bukankah itu bukti Dia ada. Kalau hati kita itu lampu maka lampu menjadi terang karena ada listrik yang tidak terlihat. Dan Allah pun tidak terlihat. Tapi Anda yakin bahwa dia Ada bukan?

Penutup

Demikianlah hikmah yang dapat disampaikan kali ini. Sebagai penutup, dalam kehidupan ini mungkin Anda bertemu dengan hal-hal yang indah. Bisa itu berupa alam yang indah yang Anda kagumi, mahakarya seni, dls. Renungkanlah keberadaan Allah SWT, dibalik keindahan itu. (note: jika diberi kesempatan, Insya Allah akan disampaikan hakekat dari hal-hal buruk disekitar kita).

Dahulu (bisa jadi terjadi pada Anda juga), sewaktu Anda masih muda, Anda memuji manusia (sebutlah seorang penyanyi, akan kemerduan suara dia, keelokan rupa dia). Saat ini jika Anda lihat kembali artis idola Anda tersebut, pandangan Anda menjadi lain. Anda akan berucap "Ya Allah, cantik sekali engkau ciptakan manusia ini! Jika demikian cantik makhluk yang Engkau ciptakan, alangkah jauuuh lebih cantiknya Engkau sendiri ya Allah!". Ucapan Anda itu akan membangkitkan kerinduan Anda untuk ingin bertemu dengan DIA, mencari lebih tahu siapa DIA, dst.

Pikiran Anda kemudian lebih tertuju memikirkan kehebatan, kecantikan, kasih sayang Sang Khalik, daripada memikirkan kecantikan dan kehebatan semua ciptaan-ciptaan Dia.

Wallahu'alam.
Perlunya Sifat Lemah Lembut dalam Bernasehat
satu perenungan terhadap sifat Allah, Yang Maha Lemah Lembut


السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ
"Ada tempat-tempat terbaik, waktu-waktu terbaik, bagi kata-kata terbaik”
-AA Gym

“Foto yang indah jika dibingkai dengan bingkai yang buruk, buruklah tampak foto itu”
-Al-Hikmah

Pesan-pesan terbaik haruslah dibingkai dengan kata-kata terbaik

Alkisah, seorang cendikiawan berdiskusi dengan seorang ulama. Si cendikiawan terkenal orang pemikir tapi lemah lembut dalam bertutur. Sementara si ulama, seorang yang tinggi ilmunya, banyak ibadahnya, tetapi tutur katanya kurang teratur, dan kata-kata tidak kata-kata yang terpilih, yang sering diucapkannya.

Mereka berdiskusi hebat. Sampailah mereka kepada satu point yang sangat seru. Beberapa pendapat si cendikiawan tidak masuk dalam pandangan si ulama, lalu telontarlah tutur kata yang kurang baik dengan setengah menghardik kepada si cendikiawan. Si cendikiawan, merasa semestinyalah nasehat-nasehat sang ulama disampaikan dengan cara yang lebih santun dan lemah lembut, walaupun nasehat yang disampaikan si ulama nasehat yang sangat baik (yang berasal dari Quran dan Hadis shoheh).

Cendikiawan: “Menurut Bapak siapa manusia yang paling kufur di dunia ini?”
Ulama: “Fir’aun!”

Cendikiawan: “Apakah Fira’un masuk neraka?”
Ulama: “Pasti. Karena kekufurannya!”

Cendikiawan: “Menurut Bapak, apakah Nabi Musa AS, masuk syurga?”
Ulama: “Ya. Semua nabi Allah SWT pasti masuk syurga!”

Cendikiawan: “Menurut Bapak, apakah semua manusia selain nabi-nabi Allah, pasti masuk neraka?”

Ulama: “Belum tentu, bisa masuk neraka, bisa juga syurga, tergantung amalannya!”
Cendikiawan: “Menurut Bapak mana yang lebih buruk kelakuannya, Firaun atau saya?”

Ulama: “Tentu Firaun!”
Cendikiawan: “Menurut Bapak mana yang lebih baik perilakunya, Nabi Musa AS, atau Bapak?”

Ulama: “Kenapa Anda bertanya begitu? Sudah pasti Nabi Musa AS, yang sudah pasti masuk syurga!”
Cendikiawan: “Pak! Apakah pantas, saya yang belum tentu masuk neraka tapi lebih bagus dari Firaun, Bapak hardik! Padahal Bapak juga belum tentu masuk syurga seperti Nabi Musa?”. “Nabi Musa saja yang pasti masuk syurga menyampaikan pesan-pesan Allah dengan lemah lembut kepada Firaun yang pasti masuk neraka!”

Demikianlah sekelumit percakapan yang banyak sekali (dalam beberapa versi) percakapan ini dikutip dalam buku-buku hikmah. Buku-buku hikmah banyak menyoroti metoda penyampaian pesan (message conveying method) oleh Nabi Musa AS.

Dalam kesempatan ini bolehlah kita renungi dari sudut (angle) yang lain yaitu sudut bagaimana lemah lembutnya Allah menyampaikan pesan-pesan terbaiknya kepada Nabi Musa AS.

Perlunya bersifat lemah lembut

Lihatlah kembali kisah Musa AS, sewaktu diperintah Allah SWT agar menyampaikan nasehat-nasehat kebaikan kepada Fir’aun. Betapa buruknya amalah Fira’un seperti tergambar dalam Surat Al-Qashas (Cerita) [28]:

Thaa Shiim Miim.

Ini adalah ayat-ayat Kitab (Al Quran) yang nyata (dari Allah).

Kami membacakan kepadamu sebagian dari kisah Musa dan Fir'aun dengan benar untuk orang-orang yang beriman.

Sesungguhnya Fir'aun telah berbuat sewenang-wenang di muka bumi dan menjadikan penduduknya berpecah belah, dengan menindas segolongan dari mereka, menyembelih anak laki-laki mereka dan membiarkan hidup anak-anak perempuan mereka. Sesungguhnya Fir'aun termasuk orang-orang yang berbuat kerusakan. [QS 28:1-4]

Sedemikian buruk kelakuan Fir’aun, menyembelih semua anak laki-laki yang baru lahir, karena ketakutannya kepada kedatangan seorang laki-laki yang nanti akan menggeser kekuasaannya. Dan, lebih jauh lagi dia berani memproklamirkan dirinya “Akulah Tuhan, yang pantas disembah!”

Dan berkata Fir'aun: "Hai pembesar kaumku, aku tidak mengetahui tuhan bagimu selain aku. Maka bakarlah hai Haman untukku tanah liat kemudian buatkanlah untukku bangunan yang tinggi supaya aku dapat naik melihat Tuhan Musa, dan sesungguhnya aku benar-benar yakin bahwa dia termasuk orang-orang pendusta” [QS 28:38]

Bagaimanakah Allah menanggapi sikap kufur Fir’aun tersebut. Allah kemudian menyuruh Musa mendatangi Fir’aun.

Pergilah kamu beserta saudaramu dengan membawa ayat-ayat-Ku, dan janganlah kamu berdua lalai dalam mengingat-Ku; [QS 20:42]

Betapa lemah lembutnya Allah memerintahkan Musa AS?

Kalau kita mau melepas anak kita merantau (mungkin untuk bersekolah ke tanah seberang), kita mengatakan “Pergilah Nak, bawa ini bekal, kalau hatimu sedih jangan lupa kirim surat ke Mamah ya...”, “Pergilah Nak,,, Pergilah,,,” sambil melepas anak sholeh kesayangan kita dengan tetesan air mata. Rasakanlah bagaimana Allah membingkai perintahNya dengan kata-kata yang lemah lembut “Pergilah, wahai Musa”

Pergilah kamu berdua kepada Fir'aun, sesungguhnya dia telah melampaui batas; [QS 20:43]

Tidaklah kalah lemah lembutnya bingkaian kata-kata Allah terhadap Fir’aun, si penghuni kerak neraka. “Pergilah, temuilah dia. Dia sungguh telah melampaui batas”. Allah tidak membingkai kata-kataNya dengan kata-kata penuh emosi (seberapun Fira’un ingkar terhadap Dia”). Lihatlah kata-kataNya sangat tenang dan menyejukkan. Alih-alih mengatakan “pergilah ke Fir’aun si tukang kafir itu”, tetapi Allah mengatakan “pergilah menghadap ke si tukang yang telah melampaui batas itu”.

Bagaimana reaksi nabi Musa AS?

Tidaklah kalah lemah-lembutnya Musa menjawab, layaknya seorang kekasih yang berkasih sayang dengan kekasihnya:

Berkata Musa: "Ya Tuhanku, lapangkanlah untukku dadaku, [QS 20: 25]

Musa AS, berkata “Ya Tuhanku”, tergambarlah disini kasih sayang Musa kepada Allah “Ya kekasihku”, “aku ini orangnya tidak baik dalam bertutur kata, aku cepat emosi, dadaku cepat sempit, aku mohon kepadaMu, lapangkanlah dadaku”. Inilah doa setiap muslim dianjurkan membacanya “Rabbisy rahlii soddrii” (Ya Rob, Ya Tuhanku, Ya Kekasihku, lapangkanlah dadaku”)dan mudahkanlah untukku urusanku,dan lepaskanlah kekakuan dari lidahku, supaya mereka mengerti perkataanku, [QS 20: 26-28]

Nabi Musa berkata “Ya, Tuhanku sungguh berat tugas ini bagiku, Aku takuuuuut ya Rob.... aku khawatiiiir bertemu Fir’aun”. Maka mudahkanlah urusan ini bagiku. Terlihatlah disini permohonan Musa AS. Inilah doa setiap muslim dianjurkan membacanya “wa yassirli amri wahlul uqdatam millisani yafqahu qauli” (Ya Rob, Ya Tuhanku, Ya Kekasihku, mudahkanlah urusan ini bagiku, dan lepaskanlah kekakuan dari lidahku (lancarkanlah bicaraku), agar mereka (Fir’aun dan sekutunya) mengerti ucapanku”).

Perlu juga kita renungi bagaimana rasa takut Nabi Musa, menghadapi Fir’aun yang terkenal galak dan suka membunuh.

Berkatalah mereka berdua (Musa dan Harun): "Ya Tuhan kami, sesungguhnya kami khawatir bahwa ia segera menyiksa kami atau akan bertambah melampaui batas." [QS 20: 45]

Nabi Musa AS, adalah manusia biasa juga yang punya rasa takut akan disiksa Fir’aun. Dan inilah yang dikadukan kepada Allah. “Ya Allah, Aku khawatir, dia akan menyiksaku”.

Inti sari metode penyampaian pesan

Setelah mengeluhkan kekuatirannya kepada Allah, dan bermohon agar dimudahkan dalam urusan ini. Allah kemudian mengajarkan kepada Musa cara (metode) penyampaian pesan-pesan kebaikan dari Allah. Perhatikanlah ayat sebelumnya. maka berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan kata-kata yang lemah lembut, mudah-mudahan ia ingat atau takut." [QS 20:44]

Disinilah pengajaran Allah kita temukan. Dalam menyampaikan pesan kebaikan apapun itu, kepada siapapun itu, haruslah dengan kata-kata yang lemah lembut. Dan tujuan pesan itu dibingkai dengan kata-kata yang lemah lembut hanyalah agar (lihatlah pesan Allah), “mudah-mudahan” si penerima pesan itu ingat (dan kembali ke jalan Allah).

Lihatlah kata-kata “mudah-mudahan” diatas dan rangkaian kata-kata indah yang diajarkan Allah. Disini Allah mengajari kita bahwa:

Menyampaikan pesan-pesan kebaikan haruslah dengan kata-kata yang lemah lembut.
Kamu hanya menjadi pembawa pesan (messenger)
Kamu tidak punya hak untuk memastikan bahwa si penerima pesan akan mengikuti kamu atau tidak. Lihatlah kata “mudah-mudahan” diatas, yang kurang lebih berarti “Wahai Musa, kerjakan saja tugas mu dengan baik, perkara hasilnya, Akulah yang menentukan, kamu cukup katakan “mudah-mudahan berhasil”.
Tujuan kita dalam menyampaikan pesan-pesan kebaikan, hanyalah agar orang tersebut (yang kita sampaikan pesan kebaikan kepada dia) kembali ingat, dan takut kepada Allah.

Allah bersifat Maha Lemah Lembut (Al-latief)

Dalam bukunya Ibnu Qayyim Al-Jauziyah mengatakan bahwa, sifat Allah Al-Latief mengandung makna bahwa “Allah Maha Mengetahui segala sesuatu yang sangat kecil, dan Dia menurunkan Rahmat-Nya dengan cara yang sangat lembut.

Sebagaimana yang dapat dibaca dalam firman Allah yang berbunyi ath-thalattuf (yang lemah lembut) sebagaimana ucapan Ashab Al-Kahfi (penghuni gua)”:

Dan demikianlah Kami bangunkan mereka (dari tidurnya) agar mereka saling bertanya di antara mereka sendiri. Berkatalah salah seorang di antara mereka: Sudah berapa lamakah kamu berada (disini?)." Mereka menjawab: "Kita berada (disini) sehari atau setengah hari." Berkata (yang lain lagi): "Tuhan kamu lebih mengetahui berapa lamanya kamu berada (di sini). Maka suruhlah salah seorang di antara kamu untuk pergi ke kota dengan membawa uang perakmu ini, dan hendaklah dia lihat manakah makanan yang lebih baik, maka hendaklah ia membawa makanan itu untukmu, dan hendaklah ia berlaku lemah-lembut dan janganlah sekali-kali menceritakan halmu kepada seorangpun. [QS 18:19]

Panjanglah cerita Al-Kahfi ini untuk diuraikan, tetapi yang perlu digaris bawahi disini, Allah ingin mengajari kita “penghuni Kahfi yang tertidur sangat lama menyuruh temannya keluar gua untuk ke kota, membeli makanan. Dan diingatkan untuk selalu bersikap dan berlaku lemah lembut selama dalam perjalanan, sampai ke kota, sampai membeli makanan (berjual beli dengan pedagangnya), dst”. Disinilah hikmah yang disampaikan Allah akan sifatnya Al-Latief tersebut. Bahwa dalam urusan kita dengan manusia lain, bahwalah sifat dia ini (sifat Maha Lemah Lembut).

Demikianlah sedikit kutipan dari buku tersebut.

Untuk kita renungi, lebih lanjut kisah Musa AS ini, jika kita baca Al-Quran:

Setelah dapat perintah, Musa meminta kepada Allah, agar bolehlah kiranya dia membawa serta saudaranya Nabi Harun AS. Dia merasa punya kelemahan dalam bertutur kata, sedangkan Harun AS, terkenallah seorang nabi yang sangat lemah lembut penuh dengan sifat Al-Latief pancaran dari Illahi. dan jadikanlah untukku seorang pembantu dari keluargaku,(yaitu) Harun, saudaraku, [QS 20: 29-30]

Allah mengabulkan permohonan tersebut.

Allah berfirman: "Sesungguhnya telah diperkenankan permintaanmu, hai Musa." [QS 20: 36]

Demikianlah “percakapan” Musa AS dengan Allah SWT. Terasalah di bathin kita alangkah nikmatnya Musa AS, bermohon, meminta, dan permintaannya dikabulkan oleh kekasihnya Allah SWT.

Hikmah yang bisa kita petik dari percakapan Musa AS ini adalah:

1. “Manusia pastilah punya kelemahan, dan wajib bagi manusia menyadari kelemahannya itu”. Orang yang tidak sadar akan kelemahannya dan kekurangannya tidak akan mungkin bisa berubah, layaknya Fir’aun yang merasa tidak pernah punya kelemahan. Nabi Musa menyadari kelemahannya. Dalam ilmu management ini menjadi dasar untuk semua pekerjaan (know where and what you are now).

2. Setelah menyadari dan mengakui kelemahan itu, datanglah kepada Allah untuk memohon, sembari merencanakan sebuah solusinya (planning for a solution). Nabi Musa, mendapatkan solusi itu, yaitu “saya harus pergi dengan saudara saya Harun”.

Demikianlah hikmah yang bisa disampaikan pada hari terbaik ini. Mudah-mudahan bermanfaat khususnya buat penulis tulisan ini.

Untuk direnungi:

Nasi goreng yang sangat enak, jika disajikan diatas piring yang kurang bagus dan menarik, kuranglah sedap untuk disantap

Wallahu’alam. Mohon maaf atas segala kesalahan.
Bersama dalam kebaikan

Bismillahirrahmaanirrahim. Allah mengajari kita untuk memulai sesuatu dengan menyebut namaNya.

Kalau pada kesempatan lalu telah digambarkan, bagaimana rasa hati kita membaca surat Al-Fathihah ayat ke 5, yaitu bahwa Allah SWT tidak memerlukan perantara (tidak memerlukan broker) dalam doa-doa yang kita panjatkan dan permohonan-permohonan yang kita panjatkan. Disampaikan juga hikmah bahwa dalam urusan memuji sebaiknya kita pakai perantara (broker), tetapi dalam urusan minta tolong dan penyembahan sebaiknya langsung secara private (one-to-one).

One-to-one disini dimaksudkan bahwa, kita bertemu langsung dengan Allah SWT (one yang satu), sedangkan one yang satunya lagi adalah kita (sendiri) atau kita secara bersama-sama.

Ada yang menarik untuk kita renungi ayat 5 ini. Perhatikanlah kembali ayat ini:

5. Hanya Engkaulah yang kami sembah, dan hanya kepada Engkaulah kami meminta pertolongan. (You alone do we worship and You alone do we implore for help)

Jika kita perhatikan ayat ini menyatakan: ada sesuatu yang disembah (Engkau atau Allah), dan ada sesuatu yang menyembah (kami). Perhatikanlah bahwa yang digunakan adalah persona jamak "kami" (we).

Demikianlah, tampaknya Allah ingin mengajari kita bahwa kalau Anda ingin menyembah Aku dan meminta tolong kepadaKu, datanglah kepadaKu dengan berjamaah.

Kisah Pak Rahmat

Alkisah, Pak Rahmat adalah seorang bapak yang cukup kaya di satu kota kecil di Sumatra. Dia punya 12 orang anak. Salah satu anaknya sangat badung. Maklumlah anak itu anak paling bungsu, dan baru beranjak remaja. Anak yang lainnya, sholeh dan sholehah.

Suatu kali pada libur semesteran, anak yang paling badung ingin sekali melihat kota Jakarta. Dia berpikir "kalau saya datang ke Papah, minta uang mau ke Jakarta, pastilah Papah tidak mau kasih". Si badung berpikir keras. Tiba-tiba dia dapat ide cemerlang.

Si badung, mendekati 3 orang kakaknya yang paling sholeh, paling di cintai si Papah. Sembari membujuk kakaknya "ayo doong kita ke Jakarta, kan asyik lihat-lihat Ancol, Taman Mini...".

Sang kakak ber-tiga karena belum pernah lihat-lihat Jakarta, timbul pula keinginan untuk kesana. Mereka bertiga (berempat dengan si badung) ber-rapat. Diputuskanlah mereka ber-4 menghadap Papah nya.

"Pah kami kan sekarang liburan. Kami belum pernah keluar kota ini. Kami tahu di Jakarta itu kota besar, banyak taman dan hiburan"

"Pah kami ingiin sekali diijinkan, boleh pergi liburan ke Jakarta".

Karena yang meminta adalah anak-anak kepercayaan, anak-anak yang berbakti ke si Papah, tergeraklah hati si Papah untuk mengijinkannya, walau disitu ada si badung. Sambil memberi ongkos, Pak Rahmatpun berpesan "Tapi, hati-hati. Jaga adikmu ini ya".

"YESSSS !!!!", kata si badung dalam hati kecilnya.

Demikianlah, sedikit kisah keluarga Pak Rahmat.

Kembali ke ayat 5 surat Al-fathihah diatas, kita dapat resapi (dari kisah Pak Rahmat tadi), bahwa kalaulah kita amalannya masih sedikit, sedekah masih jarang-jarang, ada dosa-dosanya, tidaklah mengapa itu kita bawa dalam diri-kita sewaktu menyembah dan minta tolong kepada Allah,

asal,

seperti yang diajarkan Allah, datanglah kepada dia dengan berjamaah.

Tentulah terkandung makna disini, jamaah bagaimana yang kita harus pilih. Yaitu jamaah yang kita yakini, banyak kekasih-kekasih Allah didalamnya. Kita berharap doa yang kita panjatkan bersama jamaah kekasih-kekasih Allah itu dapatlah diterima oleh Allah SWT.

Kalau Anda, punya uang Rp. 15.000 dan Anda ingin membeli 1 buah durian, bukankah Anda spend some time untuk pilih pilih duriannya? Anda bolak-balik. Ketok-ketok. Ciumi durian-durian itu. Tanya-tanya pendapat si penjual. Sampai Anda pada satu pilihan "Ya saya beli yang ini".

Beda halnya, dengan uang Rp. 15,000 itu anda beli 2 kg Dukuh Palembang. Tentulah Anda tidak terlalu pilih-pilih satu demi satu dukuh itu, apa busuk, atau bagaimana. Kalaulah di rumah ada satu dua dukuh yang busuk, tapi sebagian besar manis-manis, tentulah itu tidak mengurangi rasa syukur anda menikmani dukuh yang sebagian besar manis-manis itu bukan?

Penutup

Demikianlah tampaknya hikmah yang terkandung dalam ayat 5 ini. Jikalah yang digunakan bentuk persona tunggal "saya" (I): "Kepada Engkau sajalah Aku menyembah, dan kepada Engkau sajalah Aku minta tolong", tentulah disini Allah akan lihat-lihat ke kita. Kita akan disigi (scrutinize) secara mendalam oleh Allah. Sama seperti waktu anda mau beli Satu buah durian bukan?

Tetapi tidak begitu yang Allah ajarkan kita. "Kepada Engkau sajalah Kami menyembah, dan kepada Engkau sajalah Kami minta tolong". Disini terkandung maksud, "kalaupun kamu merasa amalmu masih buruk, datanglah bersama-sama orang yang kamu anggap baik amalannya kepadaku". Semakin banyak jamaahnya, tentulah tidak begitu kentara diri kita ini yang kurang amalnya. Sama seperti sebuah duku busuk ditengah 2 kg duku manis, bukan?

Sebagai penutup, Rasulullah SAW pernah berpesan dalam beberapa pesan, yang kurang lebih bunyinya:

"pandai-pandailah mencari teman. berteman dengan tukang besi / tukang las, Anda akan bau bakaran, berteman dengan tukang penjual parfum, Anda akan ikut tercium wangi"

"seseorang berada di akhirat bersama orang yang dicintainya (tentu disini termasuk dengan teman-teman yang dicintai). jika dia mencintai Rasul, dia bersama rasul di syurga (tentu termasuk disini, jika dia bersama thagut, dia bersama thagut itu di neraka)"

"Allah melipat-gandakan palaha orang yang sholat berjamaah 27x lipat".

Di Quran banyak sekali ayat-ayat yang menganjurkan berbuat baik salah satunya perintah menganjurkan memberi makan orang miskin.

1. Tahukah kamu orang yang mendustakan agama? (Have you considered the case of one who belies the Requital and Faith?)

2. Itulah orang yang menghardik anak yatim, (as a result of it this (despicable) fellow (instead of taking care of him with affection) repulses the orphan,)

3. dan tidak menganjurkan memberi makan orang miskin (and does not urge in feeding of the needy)

Perhatikanlah kata-kata menganjurkan. Secara pasti kata "menganjurkan (to urge)" ini mengandung makna ada orang yang menganjurkan, ada orang yang diberi anjuran itu. Perhatikan bahwa dengan orang miskin saja kita disuruh Allah agar menganjurkan orang lain untuk memberi makan (tentu saja contoh yang baik kita dulu yang memberi makan). Disini sekali lagi tergambar bahwa untuk berbuat baik, Allah mengajari kita agar melakukannya secara berjamaah.

Wallahu'alam.